Aktivitas Penambang Rakyat

09.57 Add Comment
Kegiatan Penambang Rakyat
Penambang Rakyat

Meskipun kegiatan penambangan rakyat merupakan usaha dari masyarakat untuk meningkatkan taraf hidupnya, tetapi pada praktiknya pendapatan yang mereka peroleh belum cukup untuk membawa ke kehidupan yang sejahtera ataupun layak secara ekonomi. Indikasi yang dapat terlihat dari hal ini adalah masih banyaknya status kegiatan penambangan yang bersifat ilegal. Penyebabnya adalah keterbatasan modal dan tanggung jawab untuk menjalankan kegiatan tersebut secara legal. Disamping itu, penambangan rakyat yang ilegal ini seringkali membawa dampak negatif yang cukup signifikan terhadap lingkungan. Bahkan, sebagian besar penambang menganggap aspek lingkungan tidak menjadi prioritas yang harus mereka perhatikan. Fokus utama mereka adalah bagaimana memperoleh penghasilan dari kegiatan penambangan. 

Hal ini mengindikasikan kegiatan pertambangan rakyat saat ini, dapat dikatakan lebih besar kerugiannya dibandingkan dengan manfaatnya. Kondisi di atas sangat erat kaitannya dengan beberapa variabel yang mempengaruhi cara pandang, sikap hidup, dan kinerja para penambang itu sendiri. Secara garis besar variable tersebut dapat dibagi menjadi tiga (LIPI, 2007): 1. Faktor Internal, yang terdiri dari: budaya, sosial ekonomi, keahlian/skill, mobilitas. 2. Faktor Eksternal, yang terdiri dari: aspek legal, teknologi, dan data geologi. 3. Faktor kombinasi, yang terdiri dari: organisasi/kelembagaan, dan pasar. Secara umum dapat dikatakan keberhasilan suatu kegiatan pertambangan rakyat dapat diukur dari dua aspek penting, yaitu: apakah kegiatan pertambangan rakyat dapat meningkatkan kesejahteraan para pekerjanya dan apakah dampak lingkungan yang ditimbulkan sudah dapat dibuat seminimal mungkin. Untuk mencapai tujuan berupa kesejahteraan para penambang dan minimalnya dampak lingkungan sangat dipengaruhi tiga faktor di atas, yaitu faktor internal, eksternal, dan kombinasi (perpaduan internal dan eksternal). 

Faktor internal yang dapat kita amati saat ini tentang budaya pekerja sangat berkaitan erat dengan sosial ekonomi. Para pekerja tambang rakyat umumnya memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan berasal dari kondisi ekonomi yang kurang mampu. Akibatnya, para penambang tersebut memiliki budaya yang hanya berorientasi pada hasil jangka pendek, sekedar untuk dapat menopang kebutuhan hidup harian saja. Hal tersebut akan sangat berdampak pada aktivitas penambangan yang tidak terencana dan hanya mencari lokasi-lokasi yang menurut mereka dapat memberikan hasil yang maksimal dalam waktu singkat. Selain itu, karena berasal dari latar belakang pendidikan yang masih kurang, hal ini tentu terkait sekali dengan keterampilan mereka dalam bekerja agar bisa efektif dan efisien. Dalam menjalankan aktivitas penambangan mereka hanya mengandalkan pengalaman empiris semata. 

Hal ini juga terjadi dalam penerapan teknologi pengolahan yang dipergunakan, semuanya dipraktikkan berdasarkan pengetahuan yang diperoleh secara turun temurun dan berdasarkan pengalaman saja. Pengalaman tersebut bisa saja menyesatkan karena hanya berdasarkan penafsiran yang tidak bertumpu pada pengetahuan yang dapat dipertanggungjawabkan. Hal lain yang mempengaruhi kegiatan penambangan rakyat ini adalah mobilitas mereka yang sangat tinggi. Seringkali mereka meninggalkan lokasi penambangan begitu saja. Faktor berikutnya merupakan faktor eksternal yang meliputi aspek legalitas, teknologi yang digunakan, dan data geologi. Tidak adanya aspek legal dalam menjalankan kegiatan penambangan akan menyebabkan kegiatan tersebut tidak dapat berjalan dengan baik dan terarah karena penggalian dilakukan secara sembunyi-sembunyi dan penuh kekhawatiran. Kondisi inilah yang sekarang dijalani oleh para penambang yang hampir sebagian berstatus tanpa izin alias illegal.

Kemana Arah Pemanfaatan Sumber Daya Mineral dan Batubara?

07.44 Add Comment
Sumber Daya Mineral dan Batubara
Sumber Daya Mineral dan Batubara

Indonesia merupakan salah satu negara yang beruntung memiliki kekayaan sumber daya alam yang cukup “besar”, baik sumber daya yang tidak dapat terbaharui maupun yang dapat terbaharui. Dalam konteks ini tidak digunakan kata “melimpah”, sebab kata “besar” itu adalah relatif. Sementara, kata “melimpah” seolah tidak habis-habis atau tidak terbatas. Contohnya, sumber daya batubara Indonesia mencapai 104 miliar ton dan cadangan 21 miliar ton. Itu angka yang “besar,” tapi dalam tingkat dunia masih relatif kecil. Berdasarkan data BP Statistical Review 2010, cadangan Indonesia hanya 0,5 persen dari cadangan dunia. Sedangkan bila kita berasumsi 21 miliar ton dihitung semua sebagai cadangan yang mineable jumlahnya tidak sampai 2,5 persen. Potensi mineral dan batubara tersebar di berbagai kepulauan di Indonesia. Karena memiliki potensi ekonomi yang cukup besar maka sejak lama sumber daya mineral dan batubara telah menjadi andalan pembangunan ekonomi. 

Pertanyaannya, sejauh mana manfaat dari bahan galian mineral dan batubara ini bisa dioptimalkan sebagai modal pembangunan? Hal ini merupakan isu sentral terkait dengan pengembangan mineral dan batubara Indonesia saat ini. Pertanyaan ini adalah sebuah hal yang wajar, mengingat di dalam konteks pengembangannya terdapat sejumlah paradoks. Pertama, di satu sisi jumlah sumber daya dan cadangan mineral dan batubara ini sebagai sumber daya yang tidak bisa terbaharui tentunya terbatas jumlahnya, namun produksinya dari tahun ke tahun terus meningkat tanpa bisa ditahan. Kedua, kebutuhan domestik meningkat tapi ekspor juga meningkat lebih cepat lagi. Ketiga, Indonesia masih menjual barang mentah termasuk sebagian besar produksi mineral dan batubara dan menjadi pasar barang jadi. 

Untungnya di dalam UU No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) terdapat pesan yang jelas bahwa kekayaan sumber daya alam ini harus dioptimalkan demi kepentingan sebesar-besar kemakmuran rakyat, sejalan dengan substansi Pasal 33 UUD 1945. Maka yang diperlukan disini adalah bagaimana jalannya untuk menempuh hal tersebut. Ini menjadi sebuah tantangan kedepan yang perlu dijawab dan dibenahi dengan kerjasama lintas sektor dan pusat-daerah.

Pengendalian Degradasi Lingkungan di Sektor Pertambangan

01.45 Add Comment
Degradasi Lingkungan di Sektor Pertambangan
Degradasi Lingkungan

Indonesia memiliki sumberdaya mineral dan batubara dengan jumlah relatif besar dan tersebar di seluruh kepulauan Indonesia. Dengan begitu industri pertambangan masih akan menjadi salah satu sumber penerimaan negara dan pendorong tumbuhnya berbagai dampak penggandaan (multiplier effect). Namun, potensi kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan tidak dapat dinisbikan begitu saja. Degradasi lingkungan tentu tak dapat dihindari dalam hal ini dan yang dapat dilakukan adalah bagaimana mengendalikan degradasi lingkungan tersebut masih tetap dalam batas-batas yang dapat diterima.

Berdasarkan data Badan Geologi pada 2011, Indonesia mempunyai sumberdaya batubara sebesar 161,34 miliar ton (dengan cadangan 28,17 miliar ton), nikel sebesar 2,6 miliar ton, serta tembaga sebesar 4,9 miliar ton yang tersebar di kepulauan Indonesia bagian timur. Ketergantungan Indonesia pada sektor pertambangan sebagai penopang pembangunan terllihat pada tingginya kontribusi sektor pertambangan terhadap penerimaan negara. Pada 2011 tercatat pendapatan negara dari sektor mineral dan batubara mencapai 79,2 triliun rupiah. Ditambah lagi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor pertambangan pada 2011 mencapai 24,24 triliun, atau 30% dari total penerimaan dari sektor pertambangan. 

Sebagai salah satu industri yang menopang pembangunan nasional, sektor masih membutuhkan dukungan pemerintah untuk mendorong pertumbuhannya. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri karena seiring dengan berkurangnya sumber daya alam di muka bumi ini kegiatan usaha pertambangan semakin menawarkan nilai ekonomi yang menjanjikan. Permintaan akan bahan mineral dan batubara baik sebagai bahan industri maupun energi akan semakin meningkat dan berdampak pada meningkatnya jumlah pengusaha yang tertarik untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan. 

Terlebih dengan dilaksanakan otonomi daerah di sektor pertambangan yang memberikan kewenangan kepada pemerintah provinsi atau kabupaten untuk menerbitkan izin usaha pertambangan (IUP). Hal ini menyebabkan meningkatnya jumlah pelaku usaha pertambangan. Kegiatan pertambangan di Indonesia di usahakan dalam tiga bentuk pengusahaan, yaitu Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) untuk komoditas batubara, Kontrak Karya (KK) untuk komoditas mineral, dan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) untuk komoditas batubara, mineral logam dan logam yang diterbitkan oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya.

Peningkatan Nilai Tambah Pertambangan

10.34 Add Comment
Peningkatan Nilai Tambah Pertambangan
Peningkatan Nilai Tambah Pertambangan

Isu peningkatan nilai tambah hasil tambang telah lama menggema meskipun hanya dikalangan terbatas. Kesadaran bahwa bahan galian tambang perlu diolah terlebih dahulu agar terjadi peningkatan nilai tambah secara maksimal di dalam negeri dan tidak diekspor dalam bentuk raw material sebenarnya telah lama disadari. Namun, kesadaran akan pentingnya peningkatan nilai tambah hasil tambang ini semakin menguat akhir-akhir ini. Peluang agar terjadi peningkatan pendapatan baik daerah maupun pusat, peningkatan kesempatan kerja, dorongan terhadap terciptanya peluan usaha di sektor lain, penguasaan ilmu dan teknologi dan mengurangi ketergantungan dari luar negeri dalam hal penyediaan bahan baku untuk industri hilir yang bahan dasarnya tersedia sebagai bahan tambang di Indonesia, dirasakan sangat mendesak. 

Beberapa kalangan dengan tegas mengatakan untuk secepatnya melarang ekspor bahan galian tambang secara langsung ke luar negeri. Sebab, pada dasarnya kegiatan itu hanya menguntungkan bagi pengimpor karena mendapat kesempatan usaha peningkatan nilai tambah di negaranya. Sementara, Indonesia hanya mendapatkan penghasilan dari penjualan bahan tambang saja dalam bentuk raw material. Sayangnya, usaha peningkatan nilai tambah hasil tambang di Indonesia nampaknya belum sepenuhnya dapat berjalan dengan baik karena beberapa kendala. 

Beberapa kendala utama adalah belum ada kajian yang komprehensif mengenai rantai kebutuhan dan penyediaan bahan untuk produksi barang jadi di Indonesia. Belum ada kajian mengenai peluang yang dapat dilakukan bagi bahan tambang di Indonesia untuk ditingkatkan nilai tambahnya dan belum terbangunnya kesadaran akan manfaat dan pentingnya usaha peningkatan nilai tambah bahan galian tambang di dalam negeri pada semua pemangku kepentingan. Upaya peningkatan nilai tambah produk tambang adalah upaya untuk memproses lebih lanjut produk-produk industri pertambangan di Indonesia, untuk menghasilkan produk antara atau diversifikasi produk-produk yang sudah ada. Sehingga, kegiatan ini dapat meningkatkan pendapatan devisa bagi negara. 

Dalam konteks isu industri pertambangan yang menjual raw material, menjual tanah air, ini disinyalir karena sentuhan kemampuan teknologi di Indonesia belum optimal. Padahal banyak potensi variatif kandungan unsur/mineral lain didalamnya. Selama ini banyak kandungan unsurunsur berharga atau produk-produk derivat lainnya yang dinikmati negara pengimpor raw material. Proses added value ini tidak terlepas dari alur proses pengolahan dan ekstraksi bahan galian tambang terutama bijih yang telah cukup lama dikenal dalam kegiatan industri metalurgi. Secara skematis jalur utama proses pengolahan bahan galian bijih ditunjukkan dalam ilustrasi siklus (life cylce) bahan tambang mineral.


Peran Pertambangan Mineral dan Batubara

01.07 Add Comment
Pertambangan Mineral dan Batubara
Pertambangan Mineral dan Batubara


Dalam konteks pembangunan nasional, peran pertambangan mineral dan batubara dilaksanakan dalam kerangka Four Track Strategy. Pertama Pro Growth, diimplementasikan melalui penggunaan batubara secara optimal sebagai sumber energi listrik, mineral sebagai bahan baku industri dalam negeri, peningkatan kegiatan investasi, sumber penerimaan negara dari pemanfaatan mineral dan batubara, semakin tumbuhnya usaha jasa penunjang pada kegiatan pertambangan, dan peran minerba mendukung peningkatan neraca perdagangan. Strategi kedua Pro Job, diimplementasikan melalui penyerapan dan pemanfaatan tenaga kerja dan penggunaan kandungan lokal dalam kegiatan pertambangan mineral dan batubara. Ketiga Pro Poor, diimplementasikan dengan mengalokasikan dana pengembangan masyarakat dan dana tanggung jawab perusahaan khususnya bagi masyarakat di sekitar lokasi pertambangan serta pengalokasian dana bagi hasil pertambangan bagi pemerintah daerah. Dan yang terakhir adalah pembangunan yang Pro Environment diimplementasikan melalui pelaksanaan pertambangan sesuai kaidah yang baik dan benar dan pelaksanaan reklamasi dan pascatambang sesuai ketentuan yang berlaku.
  • Sumber Penerimaan Negara
Pada tahun 2008 kontribusi pene-rimaan negara dari Pertambangan Umum mencapai 48 Triliun Rupiah atau 18,5% dari total penerimaan Sektor ESDM. Di tahun 2008, sektor Migas masih mendominasi penerimaan negara, yaitu sebesar 212 Triliun Rupiah atau 81,5% dari penerimaan Sektor ESDM. Sementara pada tahun 2012, kontribusi penerimaan Pertambangan Umum meningkat menjadi 122 Triliun Rupiah yaitu 29% dari penerimaan sektor ESDM, sedangkan penerimaan Migas sebesar 301 Triliun Rupiah atau 71% dari penerimaan sektor ESDM yang sebesar 424 Triliun Rupiah. 
  • Investasi Sub Sektor Minerba
Investasi merupakan instrumen yang mendukung pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang dan merupakan salah satu faktor utama untuk meningkatkan kinerja perekonomian nasional. Investasi Sub Sektor Minerba pada tahun 2012 dibandingkan 2010 meningkat sebesar 32% atau rata-rata 16% per tahun. Artinya, investasi pada 2010 sebesar USD 3,18 Miliar menjadi USD 4,23 Miliar pada tahun 2012. Untuk tahun 2012 kontribusi investasi terbesar berasal dari investasi perusahaan Kontrak Karya sebesar 36%, diikuti perusahaan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara 26%, kemudian perusahaan Izin Usaha Jasa Penunjang 25%, dan yang terakhir dari Izin Usaha Pertambangan BUMN sebesar 13%.
  • Penyediaan Energi dan Bahan Baku Domestik
Dalam menjamin kebutuhan penyedia-an batubara sebagai sumber energi untuk listrik, pemerintah telah menetapkan kewajiban pengutamaan batubara untuk dalam negeri (Domestic Market Obligation, DMO). Kewajiban DMO merupakan kebijakan yang mewajibkan perusahaan pertambangan batubara untuk terlebih dahulu menjual dan mengutamakan batubara kepada pengguna dalam negeri, baru kemudian dapat melakukan ekspor batubara.
  • Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Peran sub sektor minerba dalam Bursa Efek Indonesia ditunjukkan dengan transaksi jual beli saham pertambangan yang masuk bursa (listing) antara lain: PT Adaro, PT Bumi Resources, PT Aneka Tambang, PT Vale, dan perusahaan pertambangan lainnya. Harga komoditas mineral dan batubara yang meningkat mendorong transaksi jual beli yang mendongkrak IHSG. Peningkatan IHSG menunjukkan Indonesia khususnya pertambangan menjadi salah satu bidang investasi yang menarik investor dalam dan luar negeri.