Reklamasi sebagai Bagian dari Pembangunan Berkelanjutan

09.15
Reklamasi sebagai Bagian dari Pembangunan Berkelanjutan
Reklamasi

Dalam Brundtland Report (1987), PBB menjelaskan mengenai pembangunan berkelanjutan sebagai proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat dan sebagainya) berprinsip pada pemenuhan kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan. Salah satu faktor yang harus diatasi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengesampingkan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial. 

Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih luas dari itu, pembangunan berkelanjutan mencakup tiga lingkup kebijakan, yaitu pembangunan ekonomi, pembangunan sosial, dan perlindungan lingkungan. Definisi reklamasi sebagaimana dinyatakan dalam PerMen ESDM No.18 Tahun 2008 juga sejalan dengan konsep pembangunan berkelanjutan di atas. Pada PerMen tersebut reklamasi didefinisikan sebagai kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha penambangan umum agar dapat berfungsi dan berdaya guna sesuai peruntukannya. 

Hal ini berarti bahwa pengelolaan lahan bekas tambang harus diarahkan pada pengembalian lahan sesuai tata guna lahan dan tata ruang yang ada. Selain itu, pengelolaan lahan bekas lahan tambang juga harus berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar, pelestarian lingkungan, dan juga sebagai sarana pembangunan yang berkelanjutan. Dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 dan peraturan turunannya jelas dinyatakan bahwa setiap pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) maupun Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) wajib melakukan reklamasi pada daerah bekas penambangan dan daerah yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan. Reklamasi yang dilakukan harus sesuai dengan studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL), dan Upaya pemantauan Lingkungan (UPL). Selain itu, perusahaan juga mempunyai dua kewajiban lainnya yaitu membuat Rencana Tahunan Teknik dan Lingkungan (RKTTL) yang harus disetujui oleh pemerintah dan Jaminan Reklamasi (JamRek) sebagai bentuk komitmen perusahaan melaksanakan reklamasi dan meningkatkan kualitas lingkungan. 

Reklamasi pada lubang tambang harus didasarkan dan disesuaikan dengan karakteristik dan potensi wilayahnya. Tidak selalu tujuan dari reklamasi adalah suatu bentuk ekosistem yang sama seperti rona awal lingkungan sebelum adanya penambangan. Jika komponen-komponen dari lokasi penambangan tersebut berpotensi dimanfaatkan untuk reservoir air atau aktivitas berbasis masyarakat, maka yang harus diperhatikan adalah perencanaan pengelolaan yang terus-menerus. Penting dibangun sejak dini kapasitas jangka panjang dari masyarakat setempat, pemerintah daerah, dan kelompokkelompok masyarakat dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan semacam itu. Tanpa adanya komitmen jangka panjang dan sumberdaya yang memadai, program rehabilitasi yang dikelola pasti akan menemui kegagalan. 

Selain itu, penanganan permasalahan lubang tambang untuk mendorong pembangunan berkelanjutan harus mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan dibawah ini: 
  1. Apakah pemanfaatan lubang tambang membawa keuntungan secara ekonomi (Economically Profitable) bagi masyarakat sekitar? 
  2. Apakah pemanfaatan lubang tambang dapat diterima oleh masyarakat sekitar (Socially Acceptable)? 
  3. Apakah pemanfaatan lubang tambang memberikan dampak keberlangsungan lingkungan bagi masyarakat sekitar (Environmentally Sustainable)? 
  4. Apakah teknologi yang digunakan dapat dioperasikan dengan mudah (Technologically Manageable)? 
Apabila keempat sasaran ini tidak tercapai, niscaya lubang tambang yang selama ini dipandang sebagai permasalahan lingkungan akan tetap berakhir sebagai permasalahan lingkungan.

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »