Reklamasi |
Dalam Brundtland Report (1987), PBB
menjelaskan mengenai pembangunan
berkelanjutan sebagai proses pembangunan
(lahan, kota, bisnis, masyarakat dan
sebagainya) berprinsip pada pemenuhan
kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan
pemenuhan kebutuhan generasi masa depan.
Salah satu faktor yang harus diatasi untuk
mencapai pembangunan berkelanjutan
adalah bagaimana memperbaiki kehancuran
lingkungan tanpa mengesampingkan
kebutuhan pembangunan ekonomi dan
keadilan sosial.
Pembangunan berkelanjutan tidak saja berkonsentrasi pada isu-isu lingkungan. Lebih
luas dari itu, pembangunan berkelanjutan
mencakup tiga lingkup kebijakan, yaitu
pembangunan ekonomi, pembangunan sosial,
dan perlindungan lingkungan.
Definisi reklamasi sebagaimana
dinyatakan dalam PerMen ESDM No.18
Tahun 2008 juga sejalan dengan konsep
pembangunan berkelanjutan di atas. Pada
PerMen tersebut reklamasi didefinisikan
sebagai kegiatan yang bertujuan memperbaiki
atau menata kegunaan lahan yang terganggu
sebagai akibat kegiatan usaha penambangan
umum agar dapat berfungsi dan berdaya
guna sesuai peruntukannya.
Hal ini berarti
bahwa pengelolaan lahan bekas tambang
harus diarahkan pada pengembalian lahan
sesuai tata guna lahan dan tata ruang yang
ada. Selain itu, pengelolaan lahan bekas
lahan tambang juga harus berdampak pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar,
pelestarian lingkungan, dan juga sebagai
sarana pembangunan yang berkelanjutan.
Dalam Undang-Undang No. 4 Tahun
2009 dan peraturan turunannya jelas
dinyatakan bahwa setiap pemegang Izin
Usaha Pertambangan (IUP) maupun Izin Usaha
Pertambangan Khusus (IUPK) wajib melakukan
reklamasi pada daerah bekas penambangan
dan daerah yang digunakan untuk kegiatan
usaha pertambangan. Reklamasi yang
dilakukan harus sesuai dengan studi Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL),
Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL), dan
Upaya pemantauan Lingkungan (UPL). Selain itu, perusahaan juga mempunyai dua
kewajiban lainnya yaitu membuat Rencana
Tahunan Teknik dan Lingkungan (RKTTL) yang
harus disetujui oleh pemerintah dan Jaminan
Reklamasi (JamRek) sebagai bentuk komitmen
perusahaan melaksanakan reklamasi dan
meningkatkan kualitas lingkungan.
Reklamasi pada lubang tambang
harus didasarkan dan disesuaikan dengan karakteristik dan potensi wilayahnya.
Tidak selalu tujuan dari reklamasi adalah
suatu bentuk ekosistem yang sama seperti
rona awal lingkungan sebelum adanya
penambangan. Jika komponen-komponen
dari lokasi penambangan tersebut berpotensi
dimanfaatkan untuk reservoir air atau aktivitas
berbasis masyarakat, maka yang harus
diperhatikan adalah perencanaan pengelolaan
yang terus-menerus. Penting dibangun sejak
dini kapasitas jangka panjang dari masyarakat
setempat, pemerintah daerah, dan kelompokkelompok
masyarakat dalam melaksanakan
kegiatan-kegiatan semacam itu. Tanpa adanya
komitmen jangka panjang dan sumberdaya
yang memadai, program rehabilitasi yang
dikelola pasti akan menemui kegagalan.
Selain itu, penanganan permasalahan
lubang tambang untuk mendorong pembangunan
berkelanjutan harus mampu
menjawab pertanyaan-pertanyaan dibawah
ini:
- Apakah pemanfaatan lubang tambang membawa keuntungan secara ekonomi (Economically Profitable) bagi masyarakat sekitar?
- Apakah pemanfaatan lubang tambang dapat diterima oleh masyarakat sekitar (Socially Acceptable)?
- Apakah pemanfaatan lubang tambang memberikan dampak keberlangsungan lingkungan bagi masyarakat sekitar (Environmentally Sustainable)?
- Apakah teknologi yang digunakan dapat dioperasikan dengan mudah (Technologically Manageable)?
Apabila keempat sasaran ini tidak tercapai,
niscaya lubang tambang yang selama ini
dipandang sebagai permasalahan lingkungan
akan tetap berakhir sebagai permasalahan
lingkungan.
EmoticonEmoticon