Kemana Arah Pemanfaatan Sumber Daya Mineral dan Batubara?

07.44 Add Comment
Sumber Daya Mineral dan Batubara
Sumber Daya Mineral dan Batubara

Indonesia merupakan salah satu negara yang beruntung memiliki kekayaan sumber daya alam yang cukup “besar”, baik sumber daya yang tidak dapat terbaharui maupun yang dapat terbaharui. Dalam konteks ini tidak digunakan kata “melimpah”, sebab kata “besar” itu adalah relatif. Sementara, kata “melimpah” seolah tidak habis-habis atau tidak terbatas. Contohnya, sumber daya batubara Indonesia mencapai 104 miliar ton dan cadangan 21 miliar ton. Itu angka yang “besar,” tapi dalam tingkat dunia masih relatif kecil. Berdasarkan data BP Statistical Review 2010, cadangan Indonesia hanya 0,5 persen dari cadangan dunia. Sedangkan bila kita berasumsi 21 miliar ton dihitung semua sebagai cadangan yang mineable jumlahnya tidak sampai 2,5 persen. Potensi mineral dan batubara tersebar di berbagai kepulauan di Indonesia. Karena memiliki potensi ekonomi yang cukup besar maka sejak lama sumber daya mineral dan batubara telah menjadi andalan pembangunan ekonomi. 

Pertanyaannya, sejauh mana manfaat dari bahan galian mineral dan batubara ini bisa dioptimalkan sebagai modal pembangunan? Hal ini merupakan isu sentral terkait dengan pengembangan mineral dan batubara Indonesia saat ini. Pertanyaan ini adalah sebuah hal yang wajar, mengingat di dalam konteks pengembangannya terdapat sejumlah paradoks. Pertama, di satu sisi jumlah sumber daya dan cadangan mineral dan batubara ini sebagai sumber daya yang tidak bisa terbaharui tentunya terbatas jumlahnya, namun produksinya dari tahun ke tahun terus meningkat tanpa bisa ditahan. Kedua, kebutuhan domestik meningkat tapi ekspor juga meningkat lebih cepat lagi. Ketiga, Indonesia masih menjual barang mentah termasuk sebagian besar produksi mineral dan batubara dan menjadi pasar barang jadi. 

Untungnya di dalam UU No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) terdapat pesan yang jelas bahwa kekayaan sumber daya alam ini harus dioptimalkan demi kepentingan sebesar-besar kemakmuran rakyat, sejalan dengan substansi Pasal 33 UUD 1945. Maka yang diperlukan disini adalah bagaimana jalannya untuk menempuh hal tersebut. Ini menjadi sebuah tantangan kedepan yang perlu dijawab dan dibenahi dengan kerjasama lintas sektor dan pusat-daerah.

Pengendalian Degradasi Lingkungan di Sektor Pertambangan

01.45 Add Comment
Degradasi Lingkungan di Sektor Pertambangan
Degradasi Lingkungan

Indonesia memiliki sumberdaya mineral dan batubara dengan jumlah relatif besar dan tersebar di seluruh kepulauan Indonesia. Dengan begitu industri pertambangan masih akan menjadi salah satu sumber penerimaan negara dan pendorong tumbuhnya berbagai dampak penggandaan (multiplier effect). Namun, potensi kerusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan tidak dapat dinisbikan begitu saja. Degradasi lingkungan tentu tak dapat dihindari dalam hal ini dan yang dapat dilakukan adalah bagaimana mengendalikan degradasi lingkungan tersebut masih tetap dalam batas-batas yang dapat diterima.

Berdasarkan data Badan Geologi pada 2011, Indonesia mempunyai sumberdaya batubara sebesar 161,34 miliar ton (dengan cadangan 28,17 miliar ton), nikel sebesar 2,6 miliar ton, serta tembaga sebesar 4,9 miliar ton yang tersebar di kepulauan Indonesia bagian timur. Ketergantungan Indonesia pada sektor pertambangan sebagai penopang pembangunan terllihat pada tingginya kontribusi sektor pertambangan terhadap penerimaan negara. Pada 2011 tercatat pendapatan negara dari sektor mineral dan batubara mencapai 79,2 triliun rupiah. Ditambah lagi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari sektor pertambangan pada 2011 mencapai 24,24 triliun, atau 30% dari total penerimaan dari sektor pertambangan. 

Sebagai salah satu industri yang menopang pembangunan nasional, sektor masih membutuhkan dukungan pemerintah untuk mendorong pertumbuhannya. Hal tersebut tidak dapat dipungkiri karena seiring dengan berkurangnya sumber daya alam di muka bumi ini kegiatan usaha pertambangan semakin menawarkan nilai ekonomi yang menjanjikan. Permintaan akan bahan mineral dan batubara baik sebagai bahan industri maupun energi akan semakin meningkat dan berdampak pada meningkatnya jumlah pengusaha yang tertarik untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan. 

Terlebih dengan dilaksanakan otonomi daerah di sektor pertambangan yang memberikan kewenangan kepada pemerintah provinsi atau kabupaten untuk menerbitkan izin usaha pertambangan (IUP). Hal ini menyebabkan meningkatnya jumlah pelaku usaha pertambangan. Kegiatan pertambangan di Indonesia di usahakan dalam tiga bentuk pengusahaan, yaitu Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) untuk komoditas batubara, Kontrak Karya (KK) untuk komoditas mineral, dan Ijin Usaha Pertambangan (IUP) untuk komoditas batubara, mineral logam dan logam yang diterbitkan oleh menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai kewenangannya.

Peningkatan Nilai Tambah Pertambangan

10.34 Add Comment
Peningkatan Nilai Tambah Pertambangan
Peningkatan Nilai Tambah Pertambangan

Isu peningkatan nilai tambah hasil tambang telah lama menggema meskipun hanya dikalangan terbatas. Kesadaran bahwa bahan galian tambang perlu diolah terlebih dahulu agar terjadi peningkatan nilai tambah secara maksimal di dalam negeri dan tidak diekspor dalam bentuk raw material sebenarnya telah lama disadari. Namun, kesadaran akan pentingnya peningkatan nilai tambah hasil tambang ini semakin menguat akhir-akhir ini. Peluang agar terjadi peningkatan pendapatan baik daerah maupun pusat, peningkatan kesempatan kerja, dorongan terhadap terciptanya peluan usaha di sektor lain, penguasaan ilmu dan teknologi dan mengurangi ketergantungan dari luar negeri dalam hal penyediaan bahan baku untuk industri hilir yang bahan dasarnya tersedia sebagai bahan tambang di Indonesia, dirasakan sangat mendesak. 

Beberapa kalangan dengan tegas mengatakan untuk secepatnya melarang ekspor bahan galian tambang secara langsung ke luar negeri. Sebab, pada dasarnya kegiatan itu hanya menguntungkan bagi pengimpor karena mendapat kesempatan usaha peningkatan nilai tambah di negaranya. Sementara, Indonesia hanya mendapatkan penghasilan dari penjualan bahan tambang saja dalam bentuk raw material. Sayangnya, usaha peningkatan nilai tambah hasil tambang di Indonesia nampaknya belum sepenuhnya dapat berjalan dengan baik karena beberapa kendala. 

Beberapa kendala utama adalah belum ada kajian yang komprehensif mengenai rantai kebutuhan dan penyediaan bahan untuk produksi barang jadi di Indonesia. Belum ada kajian mengenai peluang yang dapat dilakukan bagi bahan tambang di Indonesia untuk ditingkatkan nilai tambahnya dan belum terbangunnya kesadaran akan manfaat dan pentingnya usaha peningkatan nilai tambah bahan galian tambang di dalam negeri pada semua pemangku kepentingan. Upaya peningkatan nilai tambah produk tambang adalah upaya untuk memproses lebih lanjut produk-produk industri pertambangan di Indonesia, untuk menghasilkan produk antara atau diversifikasi produk-produk yang sudah ada. Sehingga, kegiatan ini dapat meningkatkan pendapatan devisa bagi negara. 

Dalam konteks isu industri pertambangan yang menjual raw material, menjual tanah air, ini disinyalir karena sentuhan kemampuan teknologi di Indonesia belum optimal. Padahal banyak potensi variatif kandungan unsur/mineral lain didalamnya. Selama ini banyak kandungan unsurunsur berharga atau produk-produk derivat lainnya yang dinikmati negara pengimpor raw material. Proses added value ini tidak terlepas dari alur proses pengolahan dan ekstraksi bahan galian tambang terutama bijih yang telah cukup lama dikenal dalam kegiatan industri metalurgi. Secara skematis jalur utama proses pengolahan bahan galian bijih ditunjukkan dalam ilustrasi siklus (life cylce) bahan tambang mineral.